Nuansa Metro - Jakarta | Karangan bunga yang dikirim oleh RJN Bekasi Raya sebagai bentuk kritik terhadap Kejaksaan Agung RI, khususnya atas dugaan lambannya penanganan sejumlah kasus korupsi di Kabupaten Bekasi, ditolak untuk diturunkan di area Kejaksaan Agung RI.
Karangan bunga itu berisi desakan agar Kepala Kejaksaan Agung RI, ST Burhanuddin, mengambil langkah tegas dalam menuntaskan beberapa kasus yang dinilai berlarut-larut dan melibatkan berbagai lembaga di Kabupaten Bekasi.
RJN Bekasi Raya, yang mewakili suara masyarakat Bekasi, berharap agar Kejaksaan Agung RI segera turun tangan untuk menangani dugaan penyimpangan di Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Ketua RJN Bekasi Raya, Hisar, menyatakan bahwa penolakan karangan bunga tersebut bisa memunculkan persepsi bahwa kritik publik tak diterima oleh institusi hukum.
"Penolakan ini dapat menimbulkan kesan bahwa kritik tidak diterima. Padahal, kritik semacam ini adalah bagian dari keterbukaan dan komunikasi antara masyarakat dengan lembaga negara," ungkap Hisar, seraya menekankan pentingnya transparansi dalam penanganan kasus-kasus yang mengganggu kepercayaan publik.
Kasus-Kasus yang Disorot oleh Masyarakat Bekasi
RJN Bekasi Raya menyoroti empat kasus utama yang dinilai belum mendapat penanganan optimal dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi. Keempat kasus tersebut antara lain:
- Dugaan penyimpangan dalam pengadaan solar senilai Rp15 miliar di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi untuk anggaran tahun 2022.
- Praktik jual beli proyek di Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi Kabupaten Bekasi, yang diduga melibatkan pihak-pihak tertentu.
- Proyek siluman atau proyek tanpa transparansi yang mencurigakan di lingkungan Pemkab Bekasi.
- Dana hibah KONI sebesar Rp6,8 miliar untuk tahun anggaran 2023 yang juga diduga mengalami penyimpangan.
Menurut Hisar, kegagalan dalam menangani dugaan korupsi ini bisa berdampak pada kepercayaan masyarakat, tidak hanya kepada Pemkab Bekasi, tetapi juga kepada penegak hukum yang bertugas.
Tanggapan dari Pihak Keamanan Kejaksaan Agung
Petugas keamanan Kejaksaan Agung menyatakan bahwa karangan bunga tersebut tidak diizinkan untuk diletakkan di lingkungan Kejaksaan Agung.
"Maaf, tidak boleh diturunkan di sini," ujar salah satu petugas yang enggan menyebutkan namanya, pada Minggu malam, 27 Oktober 2024, pukul 22.45 WIB.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari Kejaksaan Agung terkait penolakan tersebut. Namun, sikap ini menuai perhatian luas dari masyarakat, khususnya warga Bekasi yang tergabung dalam RJN Bekasi Raya, yang memandang tindakan ini sebagai hambatan bagi komunikasi dan kritik publik terhadap lembaga negara.
Desakan untuk Transparansi dan Tindakan Tegas
Ketua GMNI Bekasi, Chris Manurung, mendukung aksi RJN Bekasi Raya yang mengirimkan karangan bunga sebagai bentuk kritik sosial.
“Ini adalah bentuk kritik kreatif yang menunjukkan bahwa masyarakat sudah lelah dan mengharapkan tindakan tegas. Kejaksaan Agung harus merespon kritik ini dengan serius untuk menjaga kredibilitas institusinya,” ujar Chris.
Masyarakat Bekasi berharap agar Kejaksaan Agung dapat bersikap transparan dan tegas dalam menangani dugaan kasus korupsi yang telah dilaporkan sejak 2022 dan 2023.
Mereka berharap agar setiap indikasi penyimpangan segera diusut tuntas, sehingga tak ada lagi penyalahgunaan wewenang yang merugikan masyarakat.
Meskipun karangan bunga ditolak, warga Bekasi yang tergabung dalam RJN Bekasi Raya menegaskan akan terus mengawal kasus-kasus yang mereka anggap merugikan kepentingan publik.
Mereka berkomitmen mengajukan desakan ini sampai ada langkah nyata dari Kejaksaan Agung demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum di Indonesia.
• Rls/Red
0 Komentar