Nuansa Metro - Karawang | Pemerintah desa memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan warganya. Sebagai lembaga pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat, pemerintah desa bertanggung jawab untuk menyelenggarakan dan memberikan pelayanan publik yang merata dan adil bagi seluruh warganya.
Namun, realitas di lapangan sering kali berbeda dengan tugas dan peran yang diamanatkan kepada mereka.
Potret nyata ketidakpedulian aparat desa dapat dilihat dalam kehidupan seorang kakek tua bernama Abah Udik, yang hidup sebatang kara di Kampung Palasari, RT 009/RW 003, Desa Cintalanggeng, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang.
Abah Udik telah menjalani hidup yang memprihatinkan selama enam tahun terakhir, tepatnya sejak ditinggal oleh istrinya yang meninggal dunia karena penyakit.
Dengan fisiknya yang sudah tua dan lemah, Abah Udik tak bisa lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap hari, ia hanya duduk termenung di gubuk kecilnya yang tak layak huni. Untuk bertahan hidup, ia sangat bergantung pada belas kasih tetangga yang peduli dan memberikan makanan.
Mirisnya, kondisi kehidupan Abah Udik yang sangat memprihatinkan ini seolah tak menyentuh hati aparat Desa Cintalanggeng. Selama enam tahun, jangankan memberikan bantuan, petugas desa pun tidak pernah datang menengok kondisi kakek tua ini.
Padahal, sudah menjadi kewajiban pemerintah desa untuk membantu warganya dengan segala daya upaya yang ada. Kepala desa, yang dipilih oleh rakyat, seharusnya memiliki kewajiban moral untuk mengayomi seluruh warganya, terutama mereka yang hidup dalam kesusahan.
Dalam sebuah wawancara dengan awak media di kediamannya, pada Sabtu (7/9/2024), Abah Udik mengungkapkan harapannya yang sederhana: mendapatkan bantuan rumah layak huni seperti beberapa warga lain yang sudah lebih dulu menerima bantuan tersebut dari Pemda Karawang.
Namun, harapan Abah Udik untuk mendapatkan bantuan dari Dinas PUPR Karawang seolah hanya angan-angan belaka. Hingga kini, tak pernah ada aparat Desa Cintalanggeng yang datang mendata atau mengajukan kondisi gubuknya ke Dinas PRKP.
Padahal, untuk mendapatkan bantuan rumah layak huni, pengajuan tersebut harus diketahui oleh Kepala Desa.
Kondisi fisik Abah Udik yang semakin renta membuatnya hanya bisa duduk pasrah. Setiap harinya, ia mengandalkan belas kasih tetangga untuk makan. Kesengsaraannya semakin parah saat musim hujan tiba, karena atap rumahnya yang bocor membuat air hujan masuk dan membasahi tempat tinggalnya.
“Kakek berharap, kehadiran media di gubuk kakek ini bisa didengar oleh pemerintah desa maupun kabupaten. Di sisa hidup ini, kakek hanya berharap bisa mendapatkan bantuan rumah yang layak seperti warga lainnya,” ujar Abah Udik dengan penuh harap.
Ketua Umum Organisasi Masyarakat (Ormas) Padasuka, Endang Martin, yang juga hadir di kediaman Abah Udik, turut mengungkapkan kekecewaannya. Ia sangat menyayangkan kondisi yang dialami Abah Udik dan menilai aparat Desa Cintalanggeng kurang peka dan tanggap terhadap kondisi lingkungannya.
“Pemerintah desa seharusnya lebih peka terhadap lingkungan dan kondisi masyarakatnya. Di tingkat bawah ada RT yang bisa memantau permasalahan sebagai bahan laporan di tingkat desa, musrenbang kecamatan, maupun musrenbang kabupaten. Tetapi semuanya kembali kepada niat, apakah setelah terpilih menjadi kepala desa benar-benar ingin mengabdi kepada masyarakat atau hanya ingin menguasai Anggaran Dana Desa (ADD). Semua kembali kepada pribadi dan niat tulus membangun desa,” tegas Martin.
Kisah Abah Udik ini adalah potret buram dari ketidakpedulian yang masih terjadi di beberapa desa. Sebuah cermin bagi kita semua untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan memastikan bahwa setiap orang mendapatkan hak yang layak sebagai warga negara.
• Red
0 Komentar