Headline News

Konflik Kepemilikan Tanah di Desa Tamanmekar, Program PTSL Diduga Bermasalah


ilustrasi PTSL


Nuansa Metro - Karawang |  Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Tamanmekar, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, diduga bermasalah dan memicu ketegangan di antara warga. Beberapa bidang tanah yang masuk dalam program ini menjadi sumber konflik dan klaim antarwarga, terutama terkait sertifikat yang diajukan pemerintah desa.

H. Kamil, seorang perwakilan dari Handy Cahyadi, seorang pengusaha Jakarta yang menguasakan tanahnya kepadanya, mengungkapkan bahwa tanah yang dimiliki oleh bosnya kini diklaim oleh orang lain. Lebih mengejutkan lagi, Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah tersebut justru diterbitkan atas nama orang lain.

"Terdapat indikasi permainan kotor yang melibatkan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan oknum perangkat desa. Tanah yang merupakan milik Pak Handy justru menjadi SHM atas nama orang lain, yakni Ibu Maryati, melalui program PTSL," ungkap H. Kamil.

H. Kamil menyatakan bahwa semua dokumen kepemilikan tanah ada pada pihaknya, yang diperoleh baik dari Kantor Lelang Negara maupun pembelian dari warga setempat. Namun, ia merasa heran bagaimana bisa sertifikat tersebut diterbitkan atas nama orang lain. Menurutnya, ini menimbulkan kecurigaan adanya permainan di balik program PTSL di Desa Tamanmekar.

Ketika dikonfirmasi terkait masalah ini, Kepala Desa Tamanmekar, Karma, menegaskan bahwa pelaksanaan program PTSL di desanya sudah sesuai ketentuan yang berlaku.

"Pemerintah desa mengajukan program PTSL berdasarkan AJB (Akta Jual Beli), KTP, dan KK. Jika dokumen tersebut terpenuhi, kami ajukan. Saya rasa tidak ada masalah dengan tanah Ibu Maryati, karena itu saya tandatangani," ujar Karma, saat ditemui di kantornya pada Rabu (15/8/2024).

Di tempat yang sama, Maryati menyatakan bahwa tanah yang dipermasalahkan tersebut dibelinya dari Sutarto, dan ia memiliki bukti jual beli yang sah.

"Tanah itu saya beli dari Pak Sutarto, kemudian saya ajukan ke program PTSL. Pak Sutarto sendiri membelinya dari Pak Sapri, pemilik pertama, dan tanah ini tidak termasuk dalam plot lelang," jelas Maryati.

Ia juga menambahkan bahwa luas tanah yang dibelinya sebesar 11.921 m², namun saat diukur oleh petugas BPN, luasnya menjadi 12.000 m².

"Jika Pak Haji Kamil tetap bersikukuh, kami siap untuk menggelar dokumen bersama-sama," tutup Maryati.

Kasus ini menambah panjang daftar permasalahan yang muncul dari program PTSL di berbagai daerah, menunjukkan perlunya transparansi dan kehati-hatian dalam pelaksanaannya agar tidak menimbulkan konflik di masyarakat.


• Red

0 Komentar

Posting Komentar
© Copyright 2022 - Nuansa Metro