Nuansa Metro - Jakarta | Lembaga perlindungan pemberdayaan konsumen Indonesia (LPPKI) kembali mengadukan dugaan tindakan premanisme yang dilakukan oleh oknum debt kolektor kepada konsumen salah satu leasing W di kawasan Bambu Jakarta Timur ke OJk dan Polres Jakarta Timur.
Kejadian berawal saat Masduki mengalami cicilan kredit motor di leasing W menunggak. Setelah mendapat telepon dari pihak debt kolektor, dia pun mendatangi kantor leasing tersebut dan sempat negosiasi soal pembayaran cicilannya yang menunggak. Namun pihak leasing melalui petugas berinisial Rif tidak menerimanya kecuali bernegosiasi terlebih dahulu dengan pihak debt kolektor (eksternal) untuk pembayaran cicilan.
Masduki menelepon debt kolektor yang dimaksud oleh pihak leasing. Namun tidak membuahkan hasil karena tidak dapat bertemu dengan debt kolektor tersebut. Pada pagi harinya (Rabu 22/05/2024) Masduki mendatangi kembali kantor leasing itu bermaksud bertemu dengan debt kolektor. Namun sayang tidak bertemu karena alasan kesiangan. Akhirnya Masduki sepakat dengan petugas leasing berinisial Rif untuk menindak lanjut penyelesaian pembayaran cicilan pada esok harinya.
Namun pada siang hari (Rabu 22/05/2024) saat Masduki tengah bekerja, mendapat telepon dari pihak leasing bahwa unitnya sudah dibawa oleh debt kolektor ke kantor leasing dengan membawa anak Masduki. Padahal sebelumnya sudah berkomunikasi bahwa Masduki meminta pihak debt kolektor untuk menunggu istrinya datang namun tidak dihiraukan.
Tentu saja Masduki merasa kaget dan panik. Apalagi ketika Masduki meminta pihak leasing untuk mengantarkan anaknya, dijawab tidak bisa, harus orang tuanya yang menjemput anak tersebut. Masduki yang kalut dan ketakutan jika sesuatu terjadi dengan anaknya, karena tidak bisa begitu saja meninggalkan pekerjaan akhirnya menelepon istrinya untuk segera menjemput anaknya di kantor leasing itu.
Petugas leasing yang berinisial Rif ini ketika bertemu dengan istri Masduki menyampaikan hal berbeda ketika akan menyelesaikan masalah tunggakan pembayaran motornya. Menurutnya karena situasinya sudah berbeda, maka untuk penyelesaian pembayaran yang harus dilakukan sebesar Rp.9.500.000. Padahal angsuran motornya hanya sebesar Rp. 786.000 perbulan. Dengan rincian sisa angsuran 4 bulan, ditambah 1.500.000 untuk debt kolektor dan Denda.
"Saya tidak terima ini anak saya diperlakukan begini, saya ga terima diperas suruh bayar orang kolektor sama semua denda" ucap istri Masduki kepada petugas leasing.
Ketika istrinya Masduki menyampaikan bahwa hal itu tidak adil baginya, petugas itu menjawab "Jika ibu mau Lapor, laporkan saja Bu." sambung istri Masduki menirukan omongan petugas leasing itu.
Saat disambangi oleh pihak LPPKI bersama media Nuansa Metro sambil menyerahkan surat peringatan hukum dari LPPKI, pihak leasing yang menerima hanya menerima surat ini dan tidak mengomentari hal ini.
Sementara ditempat terpisah Direktur LPPKI Pantas Yadiaman Siregar yang akrab dipanggil Pa Dir menyatakan, peristiwa ini bisa diduga penculikan dan premanisme serta pemerasan yang dilakukan oknum leasing ini kepada debitur.
Melalui Lembaga Perlindungan Pemberdayaan Konsumen Indonesia, Masduki akhirnya mengadukan kejadian ini kepada OJK dan Polres Jakarta Timur untuk menindak lanjut para oknum debt kolektor dan petugas leasing yang tidak kooperatif saat debitur ingin menyelesaikan permasalahannya.
Melalui Kuasa Hukum LPPKI, salah satunya adalah Pantas Yadiaman Siregar, SH, pihak Masduki berharap, aparat penegak hukum dapat menindak para oknum yang telah membuat shock anaknya dan juga merasa diperlakukan tidak adil karena perbuatan sewenang-wenang pihak debt kolektor dan petugas leasing yang menantang hukum.
Menurut Pantas Yadiaman Siregar, SH, hal ini jelas mengangkangi Putusan MK no.18/PUU-XVII/2019 tentang hak eksekutorial. Untuk sita jaminan melalui amar putusan pihak berwenang yang dimaksud harus melalui petugas pengadilan. Berikut tautan penjelasan putusan MK https://peraturan.bpk.go.id/DownloadUjiMateri/158/putusan_mkri_6694.pdf
Dilansir dari HukumOnline.com melalui pernyataan Hakim Konstitusi terkait putusan MK No.18/PUU-XVII/2019 adalah terkait pertimbangan untuk menghindari kesewenang-wenangan pelaksanaan eksekusi itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menerangkan implementasi Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU Jaminan Fidusia terkait eksekusi jaminan fidusia ini praktiknya menimbulkan kesewenang-wenangan kreditur ketika menagih, menarik objek jaminan fidusia (benda bergerak) dengan dalih debitur cidera janji (wanprestasi).
• Agung/Lie Hoe
0 Komentar